Kamis, 08 Januari 2009

Paruman Pedanda Siwa Buda MEMBANGUN JATI DIRI PERTAHANKAN BALI



Paruman (pertemuan:red) Pedanda Siwa Buda se Bali-Lombok yang digelar Sabtu (29/11)
di Pura Dang Kahyangan Indrakusuma Kecamatan Melaya - Jembrana
berjalan lancar dan sukses, ratusan Pedanda Lanang dan
Istri memadati pelataran Pura Dang Kahyangan Indrakusuma

Paruman yang digelar enam bulan sekali tersebut kental dengan
aroma kesakralan dan kesucian yang terpancarkan oleh Pura itu sendiri
maupun kedatangan Pedanda Siwa Buda dari seluruh Bali maupun luar Bali.

Tokoh Hindu yang sudah tidak asing lagi bagi umat Hindu di Bali maupun
Indonesia Ida Pedanda Gede Made Gunung dalam wacananya menjelaskan,
pertemuan Wiku Siwa Buda kali ini dimaksudkan untuk memahami jati diri
umat Hindu sehingga dapat membangun kepentingan luas masyarakat
Bali khususnya dan Nusantara umumnya. Dipilihnya tanggal 29
Nopember 2008 sebagai waktu pertemuan karena saat itu para Wiku tidak
ada hari baik untuk 'muput ' (menyelesaikan upacara:red) sehingga
sangat tepat untuk pertemuan. Lanjut Ida Pedanda Gunung selain
membangun jati diri umat untuk mempertahankan agama, seni dan budaya
Bali, pertemuan tersebut juga dilakukan untuk membangun komunikasi
antar Pedanda. " Kalau sudah sering berkomunikasi maka kita akan
saling kenal dan saling mencintai sehingga dengan dasar tersebut
setiap permasalahan akan dapat teratasi dengan baik " kata Ida
Pedanda.

Beberapa pejabat daerah juga nampak antusias menyaksikan perhelatan
tersebut. Nampak dalam acara tersebut yaitu Kepala Biro (Karo) Kesra
IB.Sudawa mewakili Gubernur Bali, Wakil Bupati Jembrana Putu Artha.

Gubernur Bali dalam sambutan yang
dibacakan Karo Kesra mengajak umat Hindu untuk selalu introspeksi diri
dan selalu mengingat nilai-nilai sastra agama. " Jagat Bali dibangun
oleh para leluhur dengan kesucian untuk itu kita harus tetap
menjaganya " ujarnya. Selain itu Gubernur juga mengharapkan, Ida
Pedanda agar senantiasa memberikan tuntunan yang baik kepada umat dan
umat Hindu juga jangan lupa dengan swadarmanya masing-masing.

Sementara itu Ketua Panitia IB. Kd. Perdana mengatakan, sebagai umat
Hindu sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu berkarya dan berpikir,
berpikir dan berkarya dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat. Pihaknya juga merasa cukup bangga dengan lancarnya
pertemuan, hal ini tidak lepas dari peran dan dukungan masyarakat
Jembrana khususnya yang ada di Desa Candikusuma Kecamatan Melaya.
" Saya sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Camat, Perbekel,
Bendesa dan seluruh masyarakat Melaya atas kelancaran pertemuan ini "
ujar IB.Perdana. (Gus Surya).

Sabtu, 30 Agustus 2008

KEUNIKAN HARI RAYA KUNINGAN


(GM.31/8). Sepuluh hari setelah Hari Raya Galungan adalah Hari Raya Kuningan. Umat Hindu kembali disibukkan oleh berbagai persiapan perayaan. Bagi umat Hindu, hari raya bukanlan hari yang dirayakan dengan pesta atau hiburan-hiburan masa kini. Melainkan suatu hari yang dimaknai sebagai hari menghaturkan rasa bhakti dan syukur kepada Hyang Widhi (Tuhan) atas segala anugerah yang diberikan.

Hari Raya Kuningan memiliki hal-hal khusus dalam pelaksanaannya. Misalkan saja dengan sarana yang digunakan di bangunan suci baik sesajen maupun hiasannya. Sesajen misalnya sudah menjadi kekhasan berisikan 'pesor' (ketupat) dan nasi kuning selain itu hiasan yang menggantung di sisi kanan dan kiri banguan sucipun berbeda dengan sebelumnya (saat Galungan:red). Saat Hari Kuningan gantungan tersebut berbentuk bulat dan segi empat.

Tepat dihari Kuningan yang juga disebut dengan Tumpek Kuningan, yang jatuh pada hari Sabtu (30/8) Pura-pura selalu dipadati pemedek (umat) untuk melakukan persembahnyangan. Pura-pura tersebut diantaranta, Pura Dalem, Desa, Puseh yang ada di wilayah Desa masing-masing. Selain itu Pura Dang Kahyangan Rambutsiwi dan Pura Jati termasuk Pura Jagatnatha menjadi tujuan umat Hindu untuk bersembahyang. Hanya saja persembahyangan pada Tumpek Kuningan ini menurut kepercayaan orang Bali harus dilakukan sebelum Pk. 12.00. (ibgsp).

Jumat, 29 Agustus 2008

'PENJOR' DARI TRADISI HINGGA KREASI


(GM.29/8). Keunikan tradisi dan budaya Hindu di Bali sudah diakui dunia. Tradisi dan budaya leluhur hingga kini tetap terjaga dengan baik. Sejalan dengan perkembangan dunia dan pengaruh global tidak dipungkiri kalau Bali sebagai bagian dari dunia terkena imbasnya. Bagi masyarakat Bali khususnya Hindu pengaruh global yang menyerang saat ini justru mampu dijadikan ide berkreasi.

Salah satu diantara banyaknya tradisi adalah pembuatan 'penjor'.

Penjor merupakan salah satu kelengkapan penting bagi umat hindu terutama dalam penyelenggaraan upacara keagamaan. Yang pasti setiap hari raya Galungan dan Kuningan umat hindu di seluruh nusantara wajib membuat penjor. Demikian pula halnya pada saat upacara lainnya seperti Dewa Yadnya (piodalan, ngenteg linggih) penjor juga menjadi bagian dari kelengkapan upacara. Penjor yang dipasang saat upacara keagamaan adalah penjor yang sesungguhnya sesuai dengan tradisi yang mengandung makna dan filosofi yang disimbolkan dengan berbagai tumbuhan dan umbi ciptaan Tuhan. Penjor tradisi ini wajib memenuhi unsur-unsur seperti, palabungkah (umbi-umbian), palawija (biji-bijian), palagantung (buah-buahan), palarambat (tanaman yang merambat), kain, upakara dan hiasan daun yang dipasang dan dirangkai sedemikian rupa pada sebuah bambu yang menjuntai kebawah.

Sejalan dengan perkembangannya selain penjor tradisi yang masih terjaga, kini penjor tersebut menjadi inspirasi untuk di kreasikan oleh masyarakat Bali sendiri sehingga menciptakan seni yang agung. Hanya saja penjor kreasi diistilah dengan 'pepenjoran'. Pepenjoran kini sudah mampu berkiprah luas hingga ke hotel-hotel berbintang sebagai hiasan sebuah event-event tertentu bahkan event bertaraf internasional sekalipun sering menggunakan pepenjoran sebagai dekorasi pintu utama. (ibgsp).

Kamis, 28 Agustus 2008


Keluarga Besar Griya Mambal Manuaba Jembrana
mengucapkan
SELAMAT HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN
semoga Ida Sanghyang Widhi Wasa menganugerahkan
kedamaian dan keselamatan di bumi


Rabu, 27 Agustus 2008

YADNYA WUJUD BHAKTI KEPADA HYANG WIDHI

GM(27/8). Bagi umat Hindu di Bali beryadnya sudah merupakan kebiasan dan kewajiban yang harus dilakukan. Tidak hanya pada saat hari raya saja, namun setiap hari bahkan setiap saat pun orang Bali (baca:umat hindu) selalu tidak lepas dari Yadnya. Misalkan saja pada pagi hari ketika usai memasak didapur dan masakan sudah matang, orang Bali tidak pernah lupa untuk menghaturkan persembahan dengan suatu Yadnya yang disebut 'Yadnya Sesa'. Hal itu dilakukan orang Bali sebagai ungkapan terima kasih dan wujud bhakti kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa sebagai pencipta segala yang dimasak oleh umat. Yadnya Sesa hanya contoh kecil dari berbagai ritual Yadnya yang dilakukan orang Bali sejak jaman dahulu hingga sekarang. (ibsp)